Qanun Keolahragaan Aceh: Menyatukan Syariat, Sains, Prestasi, dan Ekonomi
Rancangan Qanun Keolahragaan Aceh kini hampir masuk tahap akhir pembahasan. Perjalanan panjang yang ditempuh memperlihatkan komitmen serius untuk menghadirkan regulasi yang benar-benar berpihak pada kepentingan olahraga Aceh, bukan sekadar memenuhi tuntutan administratif. Beberapa poin penting dalam draf terakhir patut diketahui publik karena menjadi pijakan utama arah pembangunan olahraga ke depan.
Pertama, nilai-nilai syariat Islam kini hadir lebih kuat sebagai ruh dalam qanun ini. Olahraga Aceh tidak boleh terlepas dari akar budaya dan identitas masyarakatnya. Dengan memasukkan prinsip syariah, olahraga tidak lagi dilihat hanya sebagai aktivitas fisik, melainkan juga sarana pembentukan akhlak, disiplin, serta tanggung jawab sosial.
Kedua, kehadiran pusat riset olahraga menjadi terobosan penting. Aceh membutuhkan dasar ilmiah dalam pembinaan atlet sekaligus pengembangan sport science. Pusat riset ini diharapkan menjadi wadah kolaborasi antara akademisi, praktisi, dan pemerintah dalam menghasilkan kebijakan berbasis data. Inilah yang membedakan qanun Aceh dari regulasi biasa: bukan hanya mengatur, tetapi juga membangun pondasi pengetahuan berkelanjutan.
Ketiga, adanya kewajiban tes kebugaran jasmani di seluruh lembaga pendidikan. Kebijakan ini tidak hanya bertujuan mengukur, tetapi juga menjamin bahwa anak-anak Aceh memperoleh perhatian serius terhadap kesehatan fisiknya. Guru olahraga akan berperan sebagai garda terdepan dalam implementasi program ini, sehingga pendidikan jasmani benar-benar menjadi instrumen strategis untuk melahirkan generasi sehat, tangguh, dan kompetitif.
Selain itu, pola penyelenggaraan event olahraga juga diperkuat dengan sistem yang lebih terstruktur. Nantinya, SKPA Dispora bertindak sebagai penyelenggara resmi, cabang olahraga sebagai pelaksana teknis, dan SKPA Pariwisata sebagai motor promosi. Pola kerja sama semacam ini telah terbukti di Bali, di mana olahraga tidak hanya menghasilkan prestasi, tetapi juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Karena itu, penting ditekankan bahwa event olahraga di Aceh tidak boleh lagi sebatas penghabisan anggaran. Jika sebuah kegiatan tidak memberikan dampak pada PAD atau manfaat langsung bagi masyarakat, maka ia hanya menjadi program sesaat yang memboroskan keuangan daerah. Qanun olahraga harus menjadi instrumen evaluasi agar setiap kegiatan benar-benar memberi nilai tambah, baik dari sisi prestasi, kesehatan masyarakat, maupun ekonomi daerah.
Dengan sejumlah perubahan substansial ini, ada alasan kuat untuk optimis bahwa Qanun Keolahragaan Aceh mampu menghadirkan sistem olahraga yang terarah, modern, berbasis syariat, sekaligus memberi kontribusi nyata bagi pembangunan daerah. Regulasi ini tidak boleh dipandang hanya sebagai dokumen hukum, tetapi harus dijadikan pedoman strategis untuk membawa olahraga Aceh naik ke level yang lebih tinggi.